WANPRESTASI DALAM PERJANJIAN SEWA BELI
KENDARAAN BERMOTOR
Vienna P Setiabudi
Lulusan program studi ilmu hukum
pascasarjana Universitas Sam Ratulangi, Manado Tahun 2013
D.
PEMBAHASAN
1.
Penerapan
Prinsip Hukum Perjanjian dalam Sewa Beli Kendaraan Bermotor di Kota Manado
Pelaksanaan perjanjian sewa beli kendaraan bermotor
pada perusahaan pembiayaan dituangkan dalam bentuk tertulis, yakni dalam bentuk
perjanjian baku (standard contract). Isi atau klausula-klausula
perjanjian tersebut dibakukan dan dituangkan dalam formulir (blanko). Calon
nasabah cukup membubuhkan tanda tangannya saja apabila bersedia menerima isi
perjanjian. Penandatanganan perjanjian tersebut menunjukkan bahwa kedua belah
pihak telah sepakat akan isi perjanjian yang mulai berlaku dan mengikat sejak
tanggal ditandatanganinya perjanjian oleh nasabah dan berakhir setelah nasabah
memenuhi kewajibannya.
Perjanjian baku dalam kenyataannya menjadi satu
kontroversi dalam pembahasan mengenai hukum perjanjian terutama mengenai
keabsahan perjanjian baku tersebut. Penilaian keabsahan perjanjian baku menurut
peneliti tetap harus mengacu pada ketentuan Pasal 1320 bugerlijk wetboek (BW)
Indonesia mengenai syarat sah perjanjian yaitu sepakat, cakap, kausa halal, dan
hal tertentu. Persyaratan tersebut di atas berkenaan mengenai subjek maupun
objek perjanjian. Persyaratan yang pertama dan kedua berkenaan dengan subjek
perjanjian. Persyaratan yang ketiga dan keempat berkenaan dengan objek perjanjian.
Perjanjian yang batal demi hukum adalah perjanjian
yang sejak semula sudah batal, hukum menganggap perjanjian tersebut tidak
pernah ada. Perjanjian yang dapat dibatalkan adalah sepanjang perjanjian
tersebut belum atau tidak dibatalkan pengadilan, maka perjanjian yang
bersangkutan masih terus berlaku. Penggunaan perjanjian baku dalam perjanjian
sewa beli menurut peneliti merupakan satu upaya untuk mewujudkan efisieni. Satu
hal yang patut untuk diperhatikan adalah perjanjian baku tersebut tetap
memenuhi syarat sah perjanjian dengan menghindari penggunaan klausula
eksonerasi atau klausula yang menghilangkan tanggung jawab salah satu pihak.
Hal ini merupakan implikasi dari konstruksi hukum perjanjian sewa beli sebagai
bentuk hubungan kontraktual yang menempatkan kedua belah pihak pada kedudukan
yang proporsional sesuai dengan prinsip-prinsip hukum perjanjian.
Prinsip
kebebasan berkontrak dalam perjanjian sewa beli kendaraan bermotor di Kota
Manado dalam pandangan peneliti memiliki dua sudut pandang yaitu pertama, dari
sudut pandang kebebasan untuk memilih mengikatkan diri atau tidak mengikatkan
diri dalam perjanjian, prinsip kebebasan berkontrak telah diterapkan dalam
perjanjian sewa beli kendaraan bermotor di Kota Manado. Kedua, dilihat dari
sudut padang kebebasan berkontrak sebagai kebebasan untuk menentukan atau
memilih kausa dari perjanjian yang akan dibuatnya, prinsip kebebasan berkontrak
belum diterapkan karena dalam perjanjian sewa beli kendaran bermotor di Kota
Manado, pihak konsumen sama sekali tidak diberikan hak untuk tidak menerima
klausula yang dianggap tidak sesuai dengan kehendaknya.
Perjanjian
baku dalam perjanjian sewa beli kendaraan bermotor tetap merupakan perjanjian
di mana kesepakatan antara kedua belah pihak terwujud ketika pihak konsumen menandatangani
kontrak tersebut. Nasabah menyatakan persetujuan dengan menandatangani dan
tidak menandatangani jika tidak menyetujui klausula perjanjian. Asas kebebasan
berkontrak tetap menjadi jiwa dari suatu perjanjian baku sepanjang perjanjian
tersebut tidak mengandung klausula yang dilarang oleh Pasal 18 Undang-Undang
Perlindungan Konsumen serta tidak bertentangan dengan undang-undangan,
ketertiban, dan kesusilaan sebagaimana diatur dalam Pasal 1337 bugerlijk
wetboek (BW) Indonesia dan tidak mengandung suatu hubungan yang timpang
akibat keunggulan ekonomi dan psikologis salah satu pihak yang menyebabkan
timbulnya penyalahgunaan keadaan sebagai salah satu cacat kehendak.
Akibat
hukum dari klausul eksonerasi dan penyalahgunaan keadaan jika dikaitkan dengan
bugerlijk wetboek (BW) Indonesia adalah dapat dibatalkan karena klausula
eksonerasi dan penyalahgunaan keadaan tersebut tidak memenuhi syarat subjektif
dari sebuah perjanjian, yaitu adanya cacat kehendak dalam kesepakatan antara
kedua belah pihak. Akibat hukum klausula eksonerasi dapat pula dicermati dari
ketentuan dalam Undang-Undang Perlindungan Konsumen yang menegaskan klausula
eksonerasi sebagai klausula terlarang yang memiliki akibat batal demi hukum.
Klausula ekosnerasi sebagai klausula yang terlarang ditemukan dalam Pasal 18
Undang-Undang Perlindungan Konsumen yang secara umum menentukan bahwa berbagai
klausula eksonerasi adalah batal demi hukum (Pasal 18 ayat 3) Pasal 1323 dan
Pasal 1337 bugerlijk wetboek (BW) Indonesia juga memberikan larangan
atas klausula eksonerasi.
Pasal
1323 secara tegas menyatakan larangan tersebut sedangkan Pasal 1337 menyatakan
tidak boleh ada klausula yang bertentangan dengan undang-undang, kebiasaan, dan
kesusilaan. Pencantuman klausula eksonerasi menurut peneliti dapat pula disebut
sebagai suatu perbuatan melawan hukum dalam konsepsi Pasal 1365 bugerlijk
wetboek (BW) Indonesia. Ketentuan Pasal 1365 bugerlijk wetboek (BW)
Indonesia menegaskan bahwa unsur perbuatan melawan hukum terpenuhi apabila
seseorang melakukan perbuatan yang bertentangan dengan kewajibannya dan salah
satu kewajiban para pihak dalam perjanjian adalah menempatkan pihak lainnya
pada pihak yang memiliki keseimbangan dalam memberikan kehendak dalam
perjanjian sehingga dapat melahirkan kesepakatan.
Penerapan prinsip konsensual dalam perjanjian sewa
beli kendaraan bermotor di Kota Manado belum sepenuhnya diterapkan karena
perjanjian sewa beli masih menunjukkan adanya penyalahgunaan keadaan dalam
penentuan klausula perjanjian. Hal ini dapat dilihat dari beberapa klausula
antara perusahaan pembiayaan sebagai pihak pertama dalam perjanjian dan
konsumen sebagai pihak kedua Keberlakuan asas pacta sunt servanda tidak
menyebabkan suatu perjanjian dapat memuat klausula yang melepaskan tanggung
jawab salah satu pihak dan memberikan kerugian pada pihak lainnya. Hal ini
menunjukkan bahwa di atas perjanjian terdapat pembatasan terhadap asas pacta
suntservanda, yaitu asas kepatutan dan salah satu bentuk ketidakpatutan
adalah perjanjian memuat klausula yang membebaskan tanggung jawab salah satu
pihak.Perjanjian sewa beli sebagai sebuah perjanjian pun memiliki batasan
berupa kepatutan sebagaimana yang dikemukakan oleh O.C Kaligis tersebut di
atas.
Perusahaan pembiayaan dan nasabah sebagai pihak dalam
perjanjian terikat pada klausula-klausula yang diperjanjikan namun hal tersebut
dibatasi oleh prinsip kepatutan, yakni sepanjang perjanjian tersebut tidak
mengandung klausula yang membebaskan tanggung jawab salah satu pihak dalam
perjanjian. Klausula baku yang merupakan bentuk dari perjanjian sewa beli
memungkinkan perusahaan pembiayaan untuk menuangkan klausula-klausula yang
memberikan kedudukan yang tidak seimbang dalam perjanjian.
Kepatutan dalam perjanjian berkaitan dengan kesesuaian
dan keselarasan antara perjanjian dengan undang-undang, ketertiban umum, dan
kesusilaan. Kepatutan dengan acuan undang-undang, ketertiban umum, dan
kesusilaan tersebut merupakan bagian tidak terpisahkan pula dengan prinsip
itikad baik dan prinsip kehati-hatian. Penerapan prinsip kehati-hatian dalam
perjanjian sewa beli kendaraan bermotor. Prinsip kehati-hatian pihak perusahaan
pembiayaan dilaksanakan dengan melakukan penelitian secara cermat terhadap data
dan dokumen para calon nasabah termasuk melakukan peninjauan ataupun verifikasi
melalui telepon kepada pihak anggota keluarga calon nasabah dan kantor tempat
bekerja para calon nasabah.
Prinsip
kehati-hatian dari calon nasabah diwujudkan dengan membaca secara seksama
klausula perjanjian yang disodorkan untuk ditandatangani. Penerapan prinsip
itikad baik dapat pula dilihat dari klausula-klausula yang dituangkan dalam
perjanjian sewa beli dan hasil penelitian menunjukkan bahwa terdapat beberapa
klausula perjanjian sewa beli yang tidak menunjukkan itikad baik dari pihak
perusahaan pembiayaan dalam perjanjian sewa beli kendaraaan bermotor.
2.
Bentuk Penyelesaian Wanprestasi dalam Perjanjian Sewa Beli Kendaraan Bermotor
di Kota Manado
Perjanjian dalam pelaksanaannya memungkinkan untuk
tidak terlaksana atau tidak sempurna, baik karena kesalahan maupun karena
kekuatan memaksa namun adakalanya perjanjian tidak terlaksana sepenuhnya
seperti yang disepakati bahkan perjanjian dapat pula tidak terlaksana sama
sekali. Kondisi tidak terlaksanakanya perjanjian tersebut dikenal dengan
istilah wanprestasi. Klausula perjanjian pemilikan kendaraan bermotor
pada perusahaan pembiayaan memberikan ketegasan mengenai akibat hukum dari
setiap bentuk wanprestasi yang terjadi dalam perjanjian, yaitu :
a. Keterlambatan angsuran maupun denda keterlambatan
oleh konsumen kepada perusahaan pembiayaan oleh karena alasan apapun, maka hal
ini telah merupakan bukti bahwa konsumen telah melakukan wanprestasi dalam
perjanjian.
b.
Perusahaan pembiayaan dapat memutuskan perjanjian setiap saat bilamana konsumen
melanggar ketentuan perjanjian.
Konsumen menguasakan atau memberikan surat kuasa
kepada perusahaan pembiayaan untuk bertindak sebagai kuasa konsumen dalam hal
pemutusan perjanjian untuk tujuan pemilikan kembali dan penjualan kembali
barang untuk memenuhi jumlah-jumlah terhutang oleh konsumen kepada perusahaan
pembiayaan. Pihak pertama berhak meminta, mengambil, atau menarik kembali
kendaraan bermotor dari pihak kedua atau pihak lain yang menguasainya.
Bentuk-bentuk wanprestasi dan akibat hukumnya dalam perjanjian sewa beli
kendaraan bermotor di Kota Manado adalah :
a. Denda dalam hal keterlambatan.
b. Kewajiban nasabah untuk tetap melakukan pembayaran
meskipun terjadi kerusakan, hilang, atau musnahnya kendaraan bermotor.
c.
Penarikan kendaraan/pemutusan perjanjian dalam hal tidak dilaksanakannya
pembayaran sebagaimana diperjanjikan.
Penyelesaian perselisihan dapat diupayakan sepanjang
nasabah mempunyai itikad baik dalam mengembalikan pinjaman kreditnya. Upaya
tersebut dilakukan dengan cara sebagai berikut :
a. Penjadwalan kembali (rescheduling), yaitu
perubahan syarat kredit menyangkut jangka waktu pembayaran.
b. Persyaratan kembali (recondition), yaitu
perubahan persyaratan perjanjian namun tidak menyangkut perubahan maksimum
saldo kredit.
c.
Penataan kembali (restructuring), yaitu perubahan syarat-syarat kredit
dengan melakukan perubahan saldo kredit penambahan dana atau
konversi seluruh atau sebagian tunggakan bunga menjadi
pokok kredit baru.
Upaya
penyelesaian masalah wanprestasi melalui negosiasi lebih menguntungkan sebab :
a. Memelihara hubungan dengan nasabah
b. Nasabah tidak dianggap sebagai lawan sehingga tidak
ada upaya untuk mengalahkannya. Nasabah merupakan mitra yang bersama-sama
memecahkan masalah. Negosiasi dengan memelihara hubungan yang baik dengan
nasabah dapat mencari jalan terbaik untuk menyelsaikan hutang nasabah.
c.
Menunjukkan sikap serius dan konsisten
Perkataan atau tingkah laku nasabah dapat memberi
keyakinan kepada perusahaan pembiayaan untuk menyelesaikan kredit yang
bermasalah. Sikap petugas perusahaan pembiayaan pun sangat menentukan upaya
penyelesaian. Sikap serius kedua belah pihak memberikan kemungkinan terjadinya
kesepakatan menjual barang jaminan secara baik-baik dan akan memberikan manfaat
yang lebih besar. Alternatif penyelesaian kredit macet dengan cara penjualan di
bawah tangan akan mengalami kendala bahkan sangat sulit dilaksanakan, jika
nasabah tidak lagi beritikad baik sehingga sulit ditemui atau tidak lagi
diketahui keberadaannnya.
Penyelesaian
kredit macet dengan cara penjualan di bawah tangan dilakukan agar diperoleh
harga tertinggi yang menguntungkan semua pihak. Hal ini penting untuk menjaga
kepentingan berdasarkan akan penetapan harga yang tidak wajar oleh pihak
perusahaan pembiayaan dapat dihindari. Realitas dalam pelaksanaan sewa beli
kendaraan bermotor menunjukan bahwa pada umumnya perusahaan pembiayaan
melakukan penarikan kendaraan bermotor dari tangan konsumen secara sepihak
apabila konsumen lalai melaksanakan kewajiban dalam jangka waktu 2 (dua) bulan
dan telah dilakukan upaya persuasif namun tidak menyebabkan konsumen
melaksanakan kewajibannya sesuai yang diperjanjikan.
Penarikan
kendaraan secara sepihak ini merupakan salah satu klausula yang terdapat pada
perjanjian sewa beli dan menjadi dasar bagi perusahaan pembiayaan untuk
melakukan penarikan kendaraan tersebut. Hal ini menurut peneliti merupakan
kekeliruan yang patut dicermati dengan mempertimbangkan beberapa hal, yaitu :
a. Penarikan kendaraan secara sepihak tanpa melalui
putusan/penetapan pengadilaan merupakan ciri dari perjanjian yang memungkinkan
parate eksekusi (eksekusi tanpa putusan hakim).
b.
Pelaksanaan parate eksekusi dalam hukum jaminan hanya dimungkinkan untuk
perjanjian yang secara tegas menyebutkan mengenai parate eksekusi dengan
disertai penegasan kalimat “Demi keadilan berdasarkan Ketuhanan yang Maha Esa”
melalui pendaftaran penjaminan dengan mekanisme yang ditentukan oleh
Undang-undang
sebagaimana dapat dilihat dalam Undang-Undang No. 4
Tahun 1996 tentang Hak Tanggungan dan Undang-Undang No. 4 Tahun 1999 tentang
Jaminan Fidusia. Perjanjian sewa beli tidak diatur oleh undang-undang yang
memungkinkan adanya parate eksekusi sehingga tindakan penarikan kendaraan
secara sepihak dalam pandangan peneliti merupakan kekeliruan bagi perusahaan
pembiayaan.
c. Penarikan kendaraan secara sepihak dilaksanakan
tidak berdasarkan undang-undang tetapi hanya didasarkan pada perjanjian,
sehingga klausula tersebut merupakan suatu bentuk klausula eksonerasi yang
dilarang oleh Undang-undang No. 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen.
Ketidakadilan dapat terjadi dalam proses penarikan tersebut terutama apabila pembayaran
pihak konsumen telah mencapai 50 % dari perjanjian.
d.
Penarikan kendaraan yang dilakukan dengan memasuki tempat di mana kendaraan
disimpan dapat menimbulkan akibat hukum berupa tindak pidana perampasan atau
tindak pidana memasuki pekarangan tanpa izin atau perusakan. Hal ini juga
bertentangan dengan ketertiban karena rentan dengan kericuhan bahkan dapat
berakhir dengan kekerasan.
Konsekuensi penggunaan pranata sewa beli dalam
perjanjian pembelian kendaraan bermotor adalah tidak dimungkinkan penarikan
kendaraan secara sepihak dengan menggunakan cara-cara yang disebutkan dalam
klausula perjanjian. Penggunaan prosedur parate eksekusi hanya dimungkinkan
jika pranata yang digunakan dalam hal ini adalah perjanjian fidusia melalui
pendaftaran fidusia 1 (satu) bulan setelah penandatanganan perjanjian fidusia.
Perusahaan pembiayaan dapat mencapai efektivitas dan efisiensi dalam
penyelesaian wanprestasi melalui penarikan kendaraan secara langsung dengan
jalan mengubah pranata yang digunakan dengan tidak menggunakan perjanjian sewa
beli tetapi menggunakan pranata perjanjian fidusia dengan melakukan pendaftaran
fidusia pada Kanwil Hukum dan Hak Asasi Manusia.
Pilihan bagi perusahaan pembiayaan dalam hal ini
adalah menggunakan perjanjian sewa beli dengan prosedur lebih sederhana dan
tidak memiliki kewajiban membayar pendaftaran namun kepada perusahaan
pembiayaan tidak diberikan kewenangan melakukan penarikan kendaraan secara
langsung atau melakukan perjanjian pembiayaan pembelian kendaraan bermotor
dengan menggunakan pranata perjanjian fidusia dengan prosedur lebih panjang dan
biaya lebih besar namun memberikan kewenangan kepada perusahaan pembiayaan
untuk melakukan penarikan kendaraan secara sepihak (parate eksekusi).
Perjanjian pembiayaan konsumen dalam pembelian
kendaraan bermotor di Kota Manado saat ini dilaksanakan disertai pendaftaran
fidusia. Kewajiban ini ditegaskan oleh Peraturan Menteri Keuangan Republik
Indonesia Nomor 130/PMK.010/2012 tentang Pendaftaran Jaminan Fidusia bagi
Perusahaan Pembiayaan yang Melakukan Pembiayaan Konsumen untuk Kendaraan
Bermotor dengan Pembebanan Jaminan Fidusia. Pendaftaran perjanjian pembiayaan
konsumen tersebut menyebabkan perubahan pranata perjanjian permbiayaan konsumen
secara sewa beli ke perjanjian pembiayaan konsumen secara fidusia. Perubahan
pranata ini menurut peneliti memberikan perlindungan hukum yang lebih baik
kepada pihak perusahaan pembiayaan karena sertifikat jaminan fidusia yang
diterbitkan melalui pendaftaran fidusia memberikan kewenangan kepada perusahaan
pembiayaan untuk melakukan parate eksekusi apabila terjadi wanprestasi dari
pihak konsumen.
Kelemahan dari pendaftaran fidusia adalah penambahan
biaya yang harus dikeluarkan oleh perusahaan pembiayaan yang menyebabkan
peningkatan harga kendaraan yang memberikan implikasi pada penurunan tingkat
permintaan konsumen. Perlindungan hukum terhadap perusahaan pembiayaan melalui
mekanisme pendaftaran fidusia dalam kenyataannya tidak dilaksanakan secara
bersama-sama dengan upaya memberikan perlindungan hukum yang optimal kepada
pihak konsumen. Hal ini dapat dicermati dari klausula perjanjian yang
dicantumkan masih mengandung klausula eksonerasi, tidak ada perubahan substansi
perjanjian, yang ada hanya perubahan formalitas pelaksanaan perjanjian
pembiayaan konsumen yang mencirikan perjanjian sewa beli ke formalitas yang
mencirikan perjanjian fidusia. Substansi kontrak secara materil masih
menunjukkan kedudukan pihak konsumen tidak diberikan secara adil oleh pihak
perusahaan pembiayaan.
Peneliti berpendapat bahwa pendaftaran fidusia sebagai
upaya untuk menciptakan suatu sistem pembiayaan yang lebih memberikan kepastian
hukum seharusnya dilaksanakan bersama dengan upaya untuk menciptakan suatu
sistem pembiayaan yang memberikan keadilan bagi kedua belah pihak.
Lembaga-lembaga yang terkait seharusnya memberikan standar dalam penentuan
substansi kontrak agar tidak bertentangan dengan undang-undang, ketertiban, dan
kesusilaan. Praktek dalam perjanjian fidusia ini dapat mencontoh mekanisme
perjanjian hak tanggungan di mana pihak Badan Pertanahan Nasional memberikan
rambu dan standar dalam penentuan klausula perjanjian hak tanggungan disertai
mekanisme penerapan sanksi dari Badan Pertanahan Nasional kepada Pejabat
Pembuat Akta Tanah yang tidak membuat perjanjian yang mencermintkan keselarasan
dengan undang-undang, ketertiban, dan kesusilaan. Kementerian Hukum dan Hak
Asasi Manusia seharusnya melakukan upaya yang serupa dan memberikan pula sanksi
kepada notaris yang menuangkan perjanjian yang tidak selaras dengan
undang-undang, ketertiban, dan kesusilaan.
Penyelesaian wanprestasi dalam perjanjian sewa beli
dapat dilakukan dengan cara musyawarah dan jika jalan ini gagal dilaksanakan,
maka bentuk penyelesaian yang tepat adalah mengajukan gugatan wanprestasi ke
Pengadilan. Pengajuan gugatan dalam kenyataannya menimbulkan kondisi tidak
efektif dan tidak efisien bagi pihak perusahaan pembiayaan namun efektivitas
dan efisiensi dalam hal ini tidak dapat dijadikan dasar untuk mengesampingkan kaidah
hukum yang telah digariskan. Setelah diterbitkannya Peraturan Menteri Keuangan
Republik Indonesia Nomor 130/PMK.010/2012 tentang Pendaftaran Jaminan Fidusia
bagi Perusahaan Pembiayaan yang Melakukan Pembiayaan Konsumen untuk Kendaraan
Bermotor dengan Pembebanan Jaminan Fidusia, maka apabila jalan kekeluargaan
tidak dapat ditempuh maka pihak perusahaan pembiayaan pun tidak diperkenaankan
untuk melakukan penarikan secara sepihak tetapi dapat meminta bantuan kepada
aparat penegak hukum untuk melakukan penarikan secara paksa dengan disertai
penetapan pengadilan.
Hal ini menunjukkan bahwa baik perjanjian sewa beli
maupun perjanjian fidusia pada hakikatnya tidak memperkenankan penarikan
kendaraan secara sepihak dengan menggunakan debt collector sebagaimana
dalam praktik selama ini. Penarikan kendaraan sebagai bentuk parate eksekusi
tetap harus dilaksanakan dalam koridor hukum, yaitu dilaksanakan oleh aparat
hukum dengan didasari perintah dari Ketua Pengadilan berdasarkan Sertifikat
Jaminan Fidusia. Penarikan kendaraan bermotor seharusnya dilaksanakan dengan
mekanisme eksekusi oleh juru sita Pengadilan Negeri dan dituangkan dalam Berita
Acara Eksekusi. Kendaraan yang dieksekusi dijual dengan mekanisme pelelangan
atau pun penjualan di bawah tangan untuk memperoleh harga yang lebih tinggi dan
apabila terdapat kelebihan dari selisih antara kewajiban nasabah dengan hasil
penjualan kendaraan maka selisih tersebut dikembalikan kepada pihak nasabah.
Mekanisme inilah yang merupakan mekanisme yang seharusnya ditempuh dalam
penyelesaian wanprestasi dalam perjanjian pembiayaan konsumen setelah
diwajibkannya melakukan pendaftaran fidusia.
E.
PENUTUP
Penerapan prinsip hukum perjanjian dalam perjanjian
sewa beli yakni prinsip kebebasan berkontrak, prinsil konsensual, prinsip pacta
sunt servanda, prinsip itikad baik dan kehati-hatian belum optimal. Hal ini
disebabkan oleh klausula eksonerasi dalam perjanjian sewa beli yang menempatkan
kedudukan nasabah secara tidak seimbang. penyelesaian terhadap wanprestasi
dalam perjanjian sewa beli kendaraan bermotor di Kota Manado pada awalnya
dilaksanakan dengan penarikan secara sepihak oleh Perusahaan Pembiayaan.
Praktek ini merupakan kekeliruan karena perjanjian
sewa beli tidak mengenal parate eksekusi. Tahun 2012 pendaftaran fidusia
diwajibkan bagi setiap perjanjian pembiayaan konsumen namun dalam kenyataannya
masih terdapat kekeliruan dalam penerapan karena penarikan kendaraan bermotor
secara sepihak masih dilakukan oleh pihak debt collector bukan oleh
aparat penegak hukum berdasarkan perintah Ketua Pengadilan yang dituangkan
Berita Acara Eksekusi.
Klausula perjanjian sewa beli kendaraan bermotor
seharusnya menempatkan kedua belah pihak secara adil dan proporsional sehingga
tidak melahirkan perjanjian yang mengandung klausula eksonerasi dan
penyalahgunaan keadaan. Perjanjian sewa beli kendaraan bermotor seharusnya
memuat pula kewajiban dan akibat hukum atas tidak dilaksanakannya kewajiban
yang diberikan kepada pPerusahaan pembiayaan. Penarikan kendaraan bermotor
secara sepihak oleh perusahaan pembiayaan tidak dapat dilakukan dalam
perjanjian sewa beli kendaraan bermotor dan hanya dapat dilaksanakan apabila
menggunakan pranata perjanjian fidusia. Penarikan sepihak terhadap pembiayaan
konsumen yang didaftarkan pada Kanwil Hukum dan HAM pun seharusnya dilaksanakan
oleh Juru Sita Pengadilan Negeri dengan bantuan aparat penegak hukum atas
perintah Ketua Pengadilan dan dituangkan dalam Berita Acara Eksekusi untuk
selanjutnya dilakukan penjualan melalui lelang atau penjualan di bawah tangan
dengan persetujuan pihak konsumen dan pihak perusahaan pembiayaan. Selisih
antara utang konsumen dengan hasil penjualan dikembalikan kepada pihak
konsumen.
DAFTAR PUSTAKA
·
Abdul Kadir
Muhammad. 1990. Hukum Perjanjian. PT. Citra Aditya Bakti : Bandung.
·
Achmad Busro.
2004. Perjanjian Sewa Beli sebagai Bentuk Alternatif Pemasaran Produk. Jurnal
Hukum Vol. 14 tanggal 1 Januari 2004.
·
Adrian Sutedi.
2010. Hukum Hak Tanggungan.Sinar Grafika : Jakarta
·
Agus Yodha
Hernoko. 2010. Hukum Perjanjian Asas Proporsionalitas dalam Kontrak Komersil,
Kencana Prenada Media Group : Jakarta Ahmad. 2004. Dimensi Hukum Islam. Kencana
: Jakarta Akh.
·
Munif. 2008.
Kontrak Standar dalam Perjanjian Sewa Beli Rumah dan Kekuatan Hukumnya. Jurnal
Justitia, Volume 8 No. 1 November 2008.
·
Ahmadi Miru dan
Sakka Pati. 2009. Hukum Perikatan Penjelasan Makna Pasal 1233 sampai 1456 BW.
Rajawali Press : Jakarta
·
Ahmadi Miru.2000.
Prinsip-prinsip Perlindungan Hukum bagi Konsumen di Indonesia.
Disertasi.Universitas Airlangga : Surabaya. ______2009. Hukum Kontrak .
Rajawali Press : Jakarta
·
Andjar Pachta
Wirana. 1994. Aspek Hukum Perjanjian. Penelitian BPHN : Jakarta Ary
Primadyanta. 2006. Perlindungan Hukum Terhadap Konsumen dalam Perjanjian Sewa
Beli Kendaraan Bermotor di Surakarta. Universitas Diponegoro.: Semarang Bambang
·
Sunggono. 1991.
Metode Penelitian Hukum. PT RajaGrafindo Persada. Jakarta. Barnedette M Waluyo.
2003. Hukum Perjanjian sebagai Ius Constituendum (Lege Ferenda), (Aspek Hukum
dari Perdagangan Bebas, Menelaah Kesiapaan Hukum Indoesia dalam Melaksanakan
Perdagangan Bebas), Editor Ida Susanti dan Bayu Seto.
·
Citra Aditya
Bhakti : Bandung. Djumhana. 1998. Hukum Perbankan di Indonesia.
·
Citra Aditya Bhakti : Bandung. Erlina Haryati.
2010. Penerapan Pasal-pasal KUHPerdata Pada Jual Beli Rumah dalaam Akta
Notaris. Univeristas Diponegoro : Semarang.
·
Herlien Budiono.
2010. Ajaran Umum Hukum Perjanjian dan Penerapannya di Bidang
Kenotariatan.Citra Aditya Bhakti : Bandung Firman Floranta Adonara. 2004. Aspek
Hukum Sewa Beli Kendaraan Bermotor. Jurnal Hukum Vol. 18 tanggal 1 November
2004.
·
Gemala Dewi.
2006. Aspek-aspek Hukum dalam Perbankan dan Perasuransian Syariah di Indonesia.
Kencana : jakarta. Huala Adolf. 2010. Dasar-dasar Hukum Kontrak Internasional.
·
Refika Aditama : Jakarta. Jane Margaretha.
2004. Klausula-klausula yang Merugikan Nasabah dalam Perjanjian Sewa Beli
Kendaraan Bermotordi Kota Semarang Kaitannya dengan Asas Kebebasan Berkontrak.
Universitas Diponegoro : Semarang.
·
J. Satrio. 1993.
Perikatan yang Lahir dari Undang-undang. Citra Aditya Bhakti : Bandung.
______1995. Hukum Perikatan, Perikatan yang Lahir Dari Perjanjian (Buku I). PT
Citra Aditya Bhakti : Bandung. _____. 1992, Hukum Perjanjian . Citra Aditya
Bhakti : Bandung
·
. Kartini Mulyadi
dan Gunawan Wijaya. 2003. Seri Hukum Perikatan, Perikatan yang Lahir dari
Perjanjian. Raja Grafindo Perkasa : Jakarta.
·
Lili Rasjidi dan Ira Rasjidi. 2001. Keadilan
dalam Berkontrak. Rajagrafindo Persada : Jakarta.
·
Mariam Darusbadrulzaman . 1994.Aneka Hukum
Bisnis.Alumni : Bandung.
·
Martin P. Golding
and William A. Edmunson (ed). Philosopy of Law and Legal Theory .Blackwell
Publishing. Oxford.
·
Moh. Isnaeni.
2003. Kontrak sebagai Rangkaian Kegiatan Bisnis. Workshop Perancangan Kontrak
dan Review Kontrak Bisnis,
·
Bina UF Surabaya
Mudrajad Kuncoro dan Suhardjono. 2002. Manajemen Perbankan Teori dan Aplikasi,
BPFE Universitas Gajah Mada : Yogyakarta.
·
Munir Fuady.1999. Hukum Kontrak.
·
Citra Aditya
Bhakti :: Bandung _____. 2001 .Hukum Kontrak dalam Lintas Hukum Bisnis. Makalah
: Bandung. _____. 1996. Hukum Bisnis dalam Teori dan Praktek, Buku I, Citra
Aditya Bhakti : Bandung.
·
Munir Fuady.
2007. Hukum Kontrak (Dari Sudut Pandang Hukum Bisnis),. Citra Aditya Bhkati :
Bandung.
·
Panggabean. 2010.
Keabsahan Klausula Baku. Universitas Bhayangkara : Jakarta
·
Purwahid Patrik.
1994. Dasar-Dasar Hukum Perikatan (Perikatan yang Lahir dari Perjanjian dan
Undang-Undang), PT Citra Aditya Bhakti : Bandung.
·
Raymon Pasaribu. 2009. Pengaturan Sewa Beli
Rumah di Medan. Tesis. Universitas Sumatera Utara : Medan. Salim Hs dan Budi
Sutrisno. 2012. Hukum Investasi di Indonesia.
·
RajaGrafindo :
Jakarta. Sarwirini dan Budi Kagramanto, 2000, Perjanjian Baku dan Klausula
Ekosenerasi, Makalah, Surabaya Subekti. 1987. Hukum Perjanjian. Cet.XI.
PT.Intermasa : Jakarta _____. 1995. Aneka Perjanjian. Alumni : Bandung.
·
Sudaryatmo. 1999.
Hukum dan Advokasi konsumen. Citra Aditya Bhakti : Bandung. Sutan Remy
Sjahdeini. 1993. Kebebasan Berkontrak dan Perlidungan Yang Seimbang Bagi Para
Pihak Dalam Perjanjian Kredit Bank di Indonesia. Institut Bankir Indonesia :
Jakarta.
·
Yusuf Shofie.
2000.Perlindungan Konsumen dan Instrumen –instrumen Hukumnya. Citra Aditya
Bhakti : Bandung.
·
Wirjono
Prodjodikoro. 2008. Hukum Acara Perdata Indonesia. Sumur : Bandung
sumber : http://repo.unsrat.ac.id/403/1/WANPRESTASI_DALAM_PERJANJIAN_SEWA_BELI.pdf
sumber : http://repo.unsrat.ac.id/403/1/WANPRESTASI_DALAM_PERJANJIAN_SEWA_BELI.pdf
Daftar Nama Kelompok :
Ø Dewi Setiawati (21212963)
Ø Rivalno (26212494)
Ø Wiwiek widyastuti (28212175)
Kelas :
2eb12
0 komentar:
Posting Komentar