29 Juni 2013

Wanita dan Angka Kematian


pernikahan dini tingkatkan kematian ibu dan anak
setiap tiga menit, di manapun di Indonesia, satu anak balita meninggal dunia. Selain itu, setiap jam, satu perempuan meninggal dunia ketika melahirkan atau karena sebab-sebab yang berhubungan dengan kehamilan
Di beberapa daerah di Indonesia, pernikahan dini masih menjadi fenomena yang sering ditemui. Padahal baru-baru ini penelitian di AS mengungkapkan bahwa pernikahan yang dilakukan wanita di bawah usia 18 tahun berpotensi meningkatkan angka kematian ibu dan anak.
Anita Raj, PhD dari Department of Medicine, University of California menyebutkan,” Negara-negara dengan angka pernikahan dini yang tinggi lebih cenderung berkaitan dengan tingginya angka kematian ibu dan bayi. Melahirkan di usia yang terlalu muda bisa menjadi penyebabnya.”
Peneliti menegaskan jika prosentase angka pernikahan dini turun sebanyak 10 persen, maka bisa dikaitkan dengan penurunan angka kematian ibu sebesar 70 persen.
Fenomena pernikahan dini pada dasarnya merupakan bagian dari budaya masyarakat tertentu. Minimnya akses mendapatkan fasilitas kesehatan, tingkat pendidikan yang rendah, dan asupan gizi yang kurang memadai adalah beberapa faktor risiko penyebab kematian ibu dan anak akibat menikah di usia dini.
“Kemiskinan dan konflik-konflik yang ada juga dapat mempertajam keinginan orang tua agar anak gadisnya menikah di usia dini,” tambah Raj seperti dikutip Medindia.
Tingginya angka kematian ibu dan bayi biasanya terjadi akibat komplikasi saat melahirkan, tubuh kekurangan gizi, hingga bayi terlahir cacat.Inilah sebabnya seluruh lapisan masyarakat harus menyadari bahwa banyak risiko yang harus dihadapi jika menikah di usia dini.
Anak-anak dari ibu yang kurang berpendidikan umumnya memiliki angka kematian yang lebih tinggi daripada mereka yang lahir dari ibu yang lebih berpendidikan. Selama kurun waktu 1998-2007, angka kematian bayi pada anak-anak dari ibu yang tidak berpendidikan adalah 73 per 1.000 kelahiran hidup, sedangkan angka kematian bayi pada anak-anak dari ibu yang berpendidikan menengah atau lebih tinggi adalah 24 per 1.000 kelahiran hidup. Perbedaan ini disebabkan oleh perilaku dan pengetahuan tentang kesehatan yang lebih baik di antara perempuan-perempuan yang berpendidikan.
Indonesia mengalami peningkatan feminisasi epidemi HIV/AIDS. Proporsi perempuan di antara kasus-kasus HIV baru telah meningkat dari 34 persen pada tahun 2008 menjadi 44 persen pada tahun 2011. Akibatnya, Kementerian Kesehatan telah memproyeksikan peningkatan infeksi HIV pada anak-anak.
pelayanan kesehatan ibu dan bayi baru lahir yang berkualitas dapat mencegah tingginya angka kematian. Di Indonesia, angka kematian bayi baru lahir pada anak-anak yang ibunya mendapatkan pelayanan antenatal dan pertolongan persalinan oleh profesional medis adalah seperlima dari angka kematian pada anak-anak yang ibunya tidak mendapatkan pelayanan ini. Gambar 4 memberikan gambaran umum tentang cakupan beberapa pelayanan kesehatan ibu dan bayi baru lahir di Indonesia.

Indonesia menunjukkan angka peningkatan proporsi persalinan yang dibantu oleh tenaga kesehatan yang terlatih, dari 41 persen pada tahun 1992 menjadi 82 persen pada tahun 2010. Indikator tersebut hanya mencakup dokter dan bidan atau bidan desa. Di tujuh provinsi kawasan timur, satu dari setiap tiga persalinan berlangsung tanpa mendapatkan pertolongan dari tenaga kesehatan apapun, hanya ditolong oleh dukun bayi atau anggota keluarga

Proporsi persalinan di fasilitas kesehatan masih rendah, yaitu sebesar 55 persen. Lebih dari setengah perempuan di 20 provinsi tidak mampu atau tidak mau menggunakan jenis fasilitas kesehatan apapun, sebagai penggantinya mereka melahirkan di rumah mereka sendiri. Perempuan yang melahirkan di fasilitas kesehatan memungkin untuk memperoleh akses ke pelayanan obstetrik darurat dan perawatan bayi baru lahir, meskipun pelayanan ini tidak selalu tersedia di semua fasilitas kesehatan.

sumber :


0 komentar:

Posting Komentar