29 Juni 2013

Tugas 1 (perekonomian indonesia)

Seberapa efektif kah BLSM untuk rakyat?
BLSM adalah bantuan langsung sementara masyarakat,  Pemerintah bersepakat menaikan harga Bahan Bakar Minyak (BBM). Keputusan ini memantik keluhan rakyat. Rakyat mengeluh, karena BBM belum naik, harga-harga sudah naik secara umum.
           Sementara Bantuan Langsung Sampai Masyarakat (BLSM) belum juga sampai di sebagian masyarakat,termasuk mereka yang ada di Maluku.
           DPR sendiri terbelah, antara mereka yang pro keputusan pemerintah, dan mereka yang menolak kebijakan pemerintah. Dua kubu ini bermain dalam kepentingan politiknya masing-masing. Entah apa yang dicari, tapi alasan yang pro menila kenaikan harga BBM memang tidak bisa dihindari, karena subsidinya membebankan APBN.
           Koh subsidi membebankan APBN? Lalu untuk apa APBN itu? Kan APBN untuk rakyat juga? Jadi wajar kalau subsidi itu harus ditanggung APBN. Bagi pemerintah subsidi tidak efektif, karena kurang dinikmati masyarakat kecil. Subsidi lebih banyak dinikmati oleh kelas menengah keatas. Jadi subsidi harus dicabut, dan diganti bantuan langsung.
            Logika pemerintah belum nyambung juga. Kasus kecil, ketika BBM naik, pasti ongkos Angkot juga naik. Siapa yang biasa menggunakan Angkot? Tentu bukan orang kaya yang punya mobil pribadi, atau mereka yang punya kendaraan roda dua. Masyarakat kecil paling banyak menggunakan Angkot. Jadi kalau ongkosnya naik, kira-kira siapa yang paling terkena dampaknya?
           Tak hanya sampai disitu. Kasus paling dekat lagi, sepatu sekolah. Semua anak dari kalangan bawah, menengah sampai atas menggunakan sepatu untuk ke sekolah. Bila BBM naik, ongkos produksi sepatu juga naik. Agar tidak rugi, pengusaha sepatu sekolah tentu membebankan kenaikan BBM itu pada hasil produksinya. Akhirnya harga sepatu naik. Kalau tadinya masyarakat hanya mengeluarkan Rp100 ribu, sekarang mungkin mereka harus membayar lebih dari itu. Bagi masyarakat menengah keatas, mungkin tak ada masalah, tapi bagi yang miskin, tentu ini masalah.
           Pemerintah berdalih ada BLSM. BLSM dibagi per kepala keluarga sebesar Rp150 ribu per bulan. Denga duit sekecil ini, sangat tidak mungkin bisa menjadi kompensasi bagi masyarakat kecil. Apalagi kalau masyarakat kemudian menjadi tergantung dengan BLSM. Mereka jadi malas, dan hanya menanti bantuan pemerintah. Tapi pemerintah memutuskan dana itu hanya untuk empat bulan.
           Setelah empat bulan, pemerintah akan fokus pada program pembangunan padat karya. Artinya rakyat kecil diberdayakan untuk mengerjakan proyek-proyek infrastruktur desa. Persoalannya, sampai berapa lama dan seberapa banyak proyek ini akan berjalan di suatu desa? Sementara saban hari rakyat juga butuh uang agar bisa hidup.
          Karena itu, bagi kami, pencabutan subsidi tetap masalah. Sekarang, BLSM dan program pemerintah lainnya sebagai kompensasi kenaikan BBM juga akan menimbulkan masalah. Masalah-masalah ini tetap akan ditanggung masyarakat. Jadi masyarakat tetap akan menerima masalah, dari program pemerintah yang bermasalah.
          Namun demikian, seperti halnya masalah kehidupan yang lain, dinamika suatu kebijakan publik tidak pernah sederhana. Begitu juga dinamika pasca-kenaikan harga BBM, bisa jadi tidak semulus ekspektasi Pemerintah dan publik. Sebab, di lapangan selalu ada kesenjangan antara kebijakan resmi dan pelaksanaannya.
yang penting lagi menjelang pelaksanaan Pemilu, politisasi kenaikan harga BBM akan makin menguat dan ini perlu diantisipasi agar tak ada manipulasi untuk kepentingan politik jangka pendek yang merugikan kepentingan bangsa dan negara yang lebih besar.
Kenaikan harga BBM selalu diikuti inflasi dan penyesuaian suku bunga bank. Situasi ini tak bisa dihindari. Sebab, peningkatan suku bunga perbankan dipastikan akan mengerem pertumbuhan kredit perbankan. Selain harga barang-barang yang juga meningkat, daya beli masyarakat pun melemah di tengah menurunnya nilai rupiah yang kian terdepresiasi oleh menguatnya dolar AS.
Implikasi yang terjadi, menurut sejumlah pengamat dan akademisi, pertumbuhan ekonomi berpotensi stagnan pascakenaikan BBM lebih dipicu oleh arus inflasi masyarakat. Inflasi terjadi ketika naiknya harga barang terus menerus secara umum dalam periode tertentu, juga pada waktu bersamaan terjadi penurunan nilai tukar rupiah.
Sedangkan untuk BLSM dia kurang meyakini kompensasi itu akan berjalan efektif mengingat kondisi mental yang sangat korup menjelang pemilu. "BLSM tidak mungkin dapat membantu untuk kurangi rakyat miskin yang akan semakin meningkat, BLSM itu hanya meringankan beban sesaat saja,




0 komentar:

Posting Komentar