Etika
Yang Berlaku di Indonesia
Nama Kelompok
:
Dewi
Setiawati (21212963)
Rico
Putra D. (26212297)
Etika berasal dari bahasa Yunani, yaitu Ethos atau La
Ethos, berarti kebiasaan atau adat istiadat yang berhubungan dengan kesusilaan.
Kata “kesusilaan” sering disebut tata susila yang mengandung pengertian sebagai
sopan santun, kaidah, norma atau bahkan perintah, sehingga diartikan sebagai
pedoman tingkah laku.
Etika di daerah Bali adalah ajaran hidup
yang umum dipakai atau berlaku di masyarakat Bali, Indonesia. Etika Bali adalah ilmu yang
mempelajari tentang adat istiadat, pandangan hidup, nilai-nilai, filsafat yang
berlangsung di masarakat Bali. Tak dapat dipisahkannya antara adat dan agama
di dalam masyarakat hukum adat Bali, disebabkan karena adat itu sendiri
bersumber dari ajaran agama. Dalam ajaran agama Hindu sebagaimana yang dianut
oleh masyarakat hukum adat Bali, pelaksanaan agama dapat dijalankan melalui
etika, susila, dan upacara. Ketiga hal inilah digunakan sebagai norma yang
mengatur kehidupan bersama di dalam masyarakat. Etika, susila, dan upacara yang
dicerminkan dalam kehidupannya sehari-hari mencerminkan rasa kepatutan dan
keseimbangan (harmoni) dalam kehidupan bermasyarakat. Oleh karenanya azas hukum
yang melingkupi hukum adat Bali adalah kepatutan dan keseimbangan. Berikut
ini beberapa etika yang berlaku di Bali antara lain :
· Mesaiban– sebuah ritual kecil, yang dilakukan setiap pagi hari sehabis ibu-ibu
selesai memasak di dapur, kebiasaan ritual ini sebelum makan, kebiasaan ini
bisa sebagai wujud terima kasih atas apa yang telah dikaruniakan-Nya, dan juga
sebagai sajian ke bhuta kala agar somya (tidak menggangu)
· Ngejot – kebiasaan bagi masyarakat untuk memberi dan diberi (berupa
makanan). Bertujuan untuk menguatkan ikatan sosial di masyarakat, baik saudara
maupun tetangga. Dilakukan saat salah satu keluarga ataupun masyarakat ada
kegiatan upacara agama, kebiasaan ini juga dilakukan antara penduduk Bali Hindu
dan non Hindu.
· Kasta– Catur Kasta, penggolongan masyarakat di Bali berdasarkan ras ataupun keturununan,
digolongkan dari posisi yang paling atas; Brahmana, ksatria, Weisya dan Sudra.
Yang mendominasi adalah Sudra (masyarakat biasa). Kelompok Sudra (mendominasi
hampir 90%), di dalam berkomunikasidengan Brahmana, Ksatria dan Weisya,
menggunakan tata bahasa Bali yang lebih halus. Begitu sebaliknya mereka akan
menaggapi dengan halus pula.
·
Kata “Bli”di Bali kata ini cukup populer, kata yang digunakan memanggil orang lain
yang lebih tua dari kita atau paling tidak seumur (bisa diartikan “Mas”) dengan
tujuan penuh keakraban antar sesama. Namun jika anda menggunakan kata ini
perhatikan Kasta mereka apakah dari kasta yang lebih tinggi, seperti namanya
ada embel-embel seperti; Ida, I Gusti, Ida Bagus, Cokorde dan Anak Agung.
Walaupun mereka tidak tersinggung dengan Kata ‘Bli” yang kita sebutkan tapi
itikad kita menghargai orang lain, alangkah baiknya tidak menggunakan sebutan
tersebut.
· Kebiasaan sopan pada sesama apalai kepada orang yang lebih tua, dan pada kasta yang lebih
tinggi. Menyangkut etika, sangat tidak sopan menunjukkan sesuatu dengan tangan
kiri, lawan bicara bisa jadi tersinggung, apalagi menunjuk dengan kaki, lawan
bicara bisa jadi emosi. Kalau toh hal itu harus dilakukan, bilang maaf terlebih
dahulu, atau orang bali biasa bilang kata “tabik”.
· Karma Phala– masyarakat hindu di Bali sangat meyakini sekali hukum karma phala ini
yang. Karma Phala ini berarti kebaikan yang kita lakukan kebaikan pula
yang akan kita dapatkan, begitu sebaliknya. Sehingga orang-orang untuk
melakukan tindakan yang tidak baik harus berpikir tentang pahala yang akan
mereka peroleh nantinya, diyakini pahalanya bisa dinikmati/ berimbas di
kehidupan sekarang, di akhirat dan kehidupan berikutnya bahkan bisa
sampai ke anak-cucu. Begitu besarnya hukum sebab akibat ini, sehingga di
harapkan semua masyarakat bisa berbuat kebaikan.
Sumber :
0 komentar:
Posting Komentar