PENALARAN INDUKTIF DAN DEDUKTIF
Penalaran
merupakan suatu proses berpikir yang membuahkan pengetahuan.Agar pengetahuan
yang dihasilkan melalui penalaran tersebut mempunyai dasar kebenaran maka proses
berpikir itu harus dilakukan dengan suatu cara dan prosedur tertentu. Penarikan
kesimpulan dari proses berpikir dianggap valid bila proses berpikir tersebut
dilakukan menurut cara tertentu tersebut.
Cara
penarikan kesimpulan seperti ini disebut sebagai logika.
Logika dapat didiefinisikan secara luas sebagai pengkajian untuk berpikir secara valid. Dalam penalaran ilmiah, sebagai proses untuk mencapai kebenaran ilmiah dikenal dua jenis cara penarikan kesimpulan yaitu logika induktif dan logika deduktif. Logika induktif berkaitan erat dengan penarikan kesimpulan dari kasus-kasus individual nyata yang sifatnya khusus dan telah diakui kebenarannya secara ilmiah menjadi sebuah kesimpulan yang bersifat umum.
Logika dapat didiefinisikan secara luas sebagai pengkajian untuk berpikir secara valid. Dalam penalaran ilmiah, sebagai proses untuk mencapai kebenaran ilmiah dikenal dua jenis cara penarikan kesimpulan yaitu logika induktif dan logika deduktif. Logika induktif berkaitan erat dengan penarikan kesimpulan dari kasus-kasus individual nyata yang sifatnya khusus dan telah diakui kebenarannya secara ilmiah menjadi sebuah kesimpulan yang bersifat umum.
Sedangkan
logika deduktif adalah penarikan kesimpulan yang diperoleh dari kasus yang
sifatnya umum menjadi sebuah kesmpulan yang ruang lingkupnya lebih bersifat
individual atau khusus.
Penalaran induktif adalah penalaran yang
memberlakukan atribut-atribut khusus untuk hal-hal yang bersifat. Penalaran ini lebih
banyak berpijak pada observasi inderawi atau empiri. Dengan kata lain penalaran
induktif adalah proses penarikan kesimpulan dari kasus-kasus yang bersifat
individual nyata menjadi kesimpulan yang bersifat umum.
- Menyebutkan peristiwa " khusus "
- Menarik kesimpulan berdasarkan peristiwa khusus
- Kesimpulan terdapat diakhir paragraf
Premis 1 : Ayam punya mata
Premis 2 : Kucing punya mata
Premis 3 : Bebek punya mata
Premis 4 : Kuda punya mata
Konklusi : setiap hewan punya mata
Bentuk-bentuk Penalaran Induktif :
· Generalisasi :
Proses penalaran yang mengandalkan beberapa pernyataan yang mempunyai sifat tertentu untuk mendapatkan simpulan yang bersifat umum
Proses penalaran yang mengandalkan beberapa pernyataan yang mempunyai sifat tertentu untuk mendapatkan simpulan yang bersifat umum
Contoh
generalisasi :
Jika dipanaskan,
besi memuai.Jika dipanaskan, tembaga memuai.
Jika dipanaskan, emas memuai.
Jika dipanaskan, platina memuai
Jadi, jika dipanaskan, logam memuai.
Jika ada udara, manusia akan hidup.
Jika ada udara, hewan akan hidup.
Jika ada udara, tumbuhan akan hidup.
Jadi, jika ada udara mahkluk hidup akan hidup.
· Analogi :
Cara penarikan penalaran dengan membandingkan dua hal yang mempunyai sifat yang sama.
Cara penarikan penalaran dengan membandingkan dua hal yang mempunyai sifat yang sama.
Contoh analogi :
Nina adalah lulusan Akademi Amanah.
Nina dapat menjalankan tugasnya dengan baik.
Ali adalah lulusan Akademi Amanah.
Oleh Sebab itu, Ali dapat menjalankan tugasnya dengan baik.
· Hubungan kausal :
penalaran yang diperoleh dari gejala-gejala yang saling berhubungan.
penalaran yang diperoleh dari gejala-gejala yang saling berhubungan.
Macam hubungan kausal :
1) Sebab- akibat.
Hujan turun di daerah itu mengakibatkan timbulnya banjir.
2) Akibat – Sebab.
Andika tidak lulus dalam ujian kali ini disebabkan dia tidak belajar dengan baik.
3) Akibat – Akibat.
Ibu mendapatkan jalanan di depan rumah becek, sehingga ibu beranggapan jemuran di rumah basah.
Induksi
merupkan cara berpikir dengan menarik suatu kesimpulan yang bersifat umum dari
berbagai kasus yang bersifat individual.
Penalaran induktif dimulai dengan mengemukakan pernyataaann-pernyataan yang ruang lingkupnya khas dan terbatas dalam menysusun argumentasi yang diakhiri dengan pernyataan yang bersifat umum.
B. Penalaran DeduktifPenalaran induktif dimulai dengan mengemukakan pernyataaann-pernyataan yang ruang lingkupnya khas dan terbatas dalam menysusun argumentasi yang diakhiri dengan pernyataan yang bersifat umum.
Penalaran
deduktif adalah kegiatan berpikir yang sebaliknya dari penalaran induktif.
Deduksi adalah cara berpikir di mana dari pernyataan yang bersifat umum ditarik kesimpulan yang bersifat khusus.
Deduksi adalah cara berpikir di mana dari pernyataan yang bersifat umum ditarik kesimpulan yang bersifat khusus.
- Dimulai dari hal-hal umum, menuju kepada hal-hal yang khusus atau hal-hal yang lebih rendah proses pembentukan kesimpulan deduktif tersebut dapat dimulai dari suatu dalil atau hukum menuju kepada hal-hal yang kongkrit.
- Kalimat utama terletak diawal paragraf dan selanjutnya dibarengi oleh beberapa kalimat penjelas sebagai pendukung kalimat utama.
Masyarakat indonesia konsumtif (umum) dikarenakan adanya perubahan arti sebuah kesuksesan (khusus)
dan kegiatan imitasi (khusus) dari media-media hiburan yang menampilkan gaya hidup komsumtif sebagai prestasi sosial dan penanda status sosial .
Penarikkan
kesimpulan secara deduktif biasanya mempergunakan pola berpikir yang dinamakan
silogisme. Silogisme disusun dari dua buah pernyataan dan sebuah kesimpulan.
Pernyataan yang mendukung silogisme ini disebut sebagai premis yang kemudian dibedakan menjadi :
1) premsi mayor dan
2) premis minor.
Pernyataan yang mendukung silogisme ini disebut sebagai premis yang kemudian dibedakan menjadi :
1) premsi mayor dan
2) premis minor.
Kesimpulan
merupakan pengetahuan yang didapat dari penalaran deduktif berdasarkan kedua
premis tersbut. Penarikan kesimpulan secara deduktif dapat dilakukan secara
langsung dan tidak langsung. Penarikan tidak langsung ditarik dari dua premis.
Penarikan secara langsung ditarik dari satu premis.
Dari
contoh sebelumnya misalkan kita menyusun silogisme sebagai berikut.
· Semua mahluk hidup perlu
makan untuk mempertahanka hidupnya (Premis mayor)
· Joko adalah seorang mahluk
hidup (Premis minor)
· Jadi, Joko perlu makan
untuk mempertahakan hidupnya (Kesimpulan)
Kesimpulan
yang diambil bahwa Joko juga perlu makan untuk mempertahankan hidupnya adalah
sah menurut penalaran deduktif, sebab kesimpulan ini ditarik secara logis dari
dua premis yang mendukungnya.
Pertanyaan
apakah kesimpulan ini benar harus dikembalikan kepada kebenaran premis-premis
yang mendahuluinya. Apabila kedua premis yang mendukungnya benar maka dapat
dipastikan bahwa kesimpulan yang ditariknya juga adalah benar. Mungkin saja
kesimpulannya itu salah, meskipun kedua kedua premisnya benar, sekiranya cara
penarikkan kesimpulannya tidak sah.
1) kebenaran premis mayor,
2) kebenaran premis minor, dan
3) keabsahan penarikan kesimpulan.
Apabila
salah satu dari ketiga unsur itu persyaratannya tidak terpenuhi dapat
dipastikan kesimpulan yang ditariknya akan salah. Matematika adalah pengetahuan
yang disusun secara deduktif.
Kedua
penalaran tersebut seolah-olah merupakan cara berpikir yang berbeda dan
terpisah. Tetapi dalam prakteknya, antara berangkat dari teori atau berangkat
dari fakta empirik merupakan lingkaran yang tidak terpisahkan.
Kalau
kita berbicara teori sebenarnya kita sedang mengandaikan fakta dan kalau
berbicara fakta maka kita sedang mengandaikan teori. Dengan demikian, untuk
mendapatkan pengetahuan ilmiah kedua penalaran tersebut dapat digunakan secara
bersama-sama dan saling mengisi, dan dilaksanakan dalam suatu ujud penelitian
ilmiah yang menggunakan metode ilmiah dan taat pada hukum-hukum logika.
Upaya
menemukan kebenaran dengan cara memadukan penalaran deduktif dengan penalaran
induktif tersebut melahirkan penalaran yang disebut dengan reflective thinking
atau berpikir refleksi. Proses berpikir refleksi ini diperkenalkan oleh John
Dewey (Burhan Bungis: 2005; 19-20), yaitu dengan langkah-langkah atau
tahap-tahap sebagai berikut :
· The Felt Need,
yaitu adanya suatu kebutuhan. Seorang merasakan adanya suatu kebutuhan yang menggoda perasaannya sehingga dia berusaha mengungkapkan kebutuhan tersebut.
yaitu adanya suatu kebutuhan. Seorang merasakan adanya suatu kebutuhan yang menggoda perasaannya sehingga dia berusaha mengungkapkan kebutuhan tersebut.
· The Problem,
yaitu menetapkan masalah. Kebutuhan yang dirasakan pada tahap the felt need di atas, selanjutnya diteruskan dengan merumuskan, menempatkan dan membatasi permasalahan atau kebutuhan tersebut, yaitu apa sebenarnya yang sedang dialaminya, bagaimana bentuknya serta bagaimana pemecahannya.
yaitu menetapkan masalah. Kebutuhan yang dirasakan pada tahap the felt need di atas, selanjutnya diteruskan dengan merumuskan, menempatkan dan membatasi permasalahan atau kebutuhan tersebut, yaitu apa sebenarnya yang sedang dialaminya, bagaimana bentuknya serta bagaimana pemecahannya.
· The Hypothesis,
yaitu menyusun hipotesis. Pengalaman-pengalaman seseorang berguna untuk mencoba melakukan pemecahan masalah yang sedang dihadapi. Paling tidak percobaan untuk memecahkan masalah mulai dilakukan sesuai dengan pengalaman yang relevan. Namun pada tahap ini kemampuan seseorang hanya sampai pada jawaban sementara terhadap pemecahan masalah tersebut, karena itu ia hanya mampu berteori dan berhipotesis.
yaitu menyusun hipotesis. Pengalaman-pengalaman seseorang berguna untuk mencoba melakukan pemecahan masalah yang sedang dihadapi. Paling tidak percobaan untuk memecahkan masalah mulai dilakukan sesuai dengan pengalaman yang relevan. Namun pada tahap ini kemampuan seseorang hanya sampai pada jawaban sementara terhadap pemecahan masalah tersebut, karena itu ia hanya mampu berteori dan berhipotesis.
· Collection of Data as
Avidance,
yaitu merekam data untuk pembuktian. Tak cukup memecahkan masalah hanya dengan pengalaman atau dengan cara berteori menggunakan teori-teori, hukum-hukum yang ada. Permasalahan manusia dari waktu ke waktu telah berkembang dari sederhana menjadi sangat kompleks; kompleks gejala maupun penyebabnya. Karena itu pendekatan hipotesis dianggap tidak memadai, rasionalitas jawaban pada hipotesis mulai dipertanyakan. Masyarakat kemudian tidak puas dengan pengalaman-pengalaman orang lain, juga tidak puas dengan hukum-hukum dan teori-teori yang juga dibuat orang sebelumnya. Salah satu alternatif adalah membuktikan sendiri hipotesis yang dibuatnya itu. Ini berarti orang harus merekam data di lapangan dan mengujinya sendiri. Kemudian data-data itu dihubung-hubungkan satu dengan lainnya untuk menemukan kaitan satu sama lain, kegiatan ini disebut dengan analisis. Kegiatan analisis tersebut dilengkapi dengan kesimpulan yang mendukung atau menolak hipotesis, yaitu hipotesis yang dirumuskan tadi.
yaitu merekam data untuk pembuktian. Tak cukup memecahkan masalah hanya dengan pengalaman atau dengan cara berteori menggunakan teori-teori, hukum-hukum yang ada. Permasalahan manusia dari waktu ke waktu telah berkembang dari sederhana menjadi sangat kompleks; kompleks gejala maupun penyebabnya. Karena itu pendekatan hipotesis dianggap tidak memadai, rasionalitas jawaban pada hipotesis mulai dipertanyakan. Masyarakat kemudian tidak puas dengan pengalaman-pengalaman orang lain, juga tidak puas dengan hukum-hukum dan teori-teori yang juga dibuat orang sebelumnya. Salah satu alternatif adalah membuktikan sendiri hipotesis yang dibuatnya itu. Ini berarti orang harus merekam data di lapangan dan mengujinya sendiri. Kemudian data-data itu dihubung-hubungkan satu dengan lainnya untuk menemukan kaitan satu sama lain, kegiatan ini disebut dengan analisis. Kegiatan analisis tersebut dilengkapi dengan kesimpulan yang mendukung atau menolak hipotesis, yaitu hipotesis yang dirumuskan tadi.
· Concluding
Belief,
yaitu membuat kesimpulan yang diyakini kebenarannya. Berdasarkan hasil analisis yang dilakukan pada tahap sebelumnya, maka dibuatlah sebuah kesimpulan, dimana kesimpulan itu diyakini mengandung kebenaran.
yaitu membuat kesimpulan yang diyakini kebenarannya. Berdasarkan hasil analisis yang dilakukan pada tahap sebelumnya, maka dibuatlah sebuah kesimpulan, dimana kesimpulan itu diyakini mengandung kebenaran.
· General Value of The
Conclusion,
yaitu memformulasikan kesimpulan secara umum. Konstruksi dan isi kesimpulan pengujian hipotesis di atas, tidak saja berwujud teori, konsep dan metode yang hanya berlaku pada kasus tertentu – maksudnya kasus yang telah diuji hipotesisnya – tetapi juga kesimpulan dapat berlaku umum terhadap kasus yang lain di tempat lain dengan kemiripan-kemiripan tertentu dengan kasus yang telah dibuktikan tersebut untuk masa sekarang maupun masa yang akan datang.
Proses maupun hasil berpikir refleksi di atas, kemudian menjadi popular pada berbagai proses ilmiah atau proses ilmu pengetahuan. Kemudian, tahapan-tahapan dalam berpikir refleksi ini dipatuhi secara ketat dan menjadi persyaratan dalam menentukan bobot ilmiah dari proses tersebut. Apabila salah satu dari langkah-langkah itu dilupakan atau dengan sengaja diabaikan, maka sebesar itu pula nilai ilmiah telah dilupakan dalam proses berpikir ini.
yaitu memformulasikan kesimpulan secara umum. Konstruksi dan isi kesimpulan pengujian hipotesis di atas, tidak saja berwujud teori, konsep dan metode yang hanya berlaku pada kasus tertentu – maksudnya kasus yang telah diuji hipotesisnya – tetapi juga kesimpulan dapat berlaku umum terhadap kasus yang lain di tempat lain dengan kemiripan-kemiripan tertentu dengan kasus yang telah dibuktikan tersebut untuk masa sekarang maupun masa yang akan datang.
Proses maupun hasil berpikir refleksi di atas, kemudian menjadi popular pada berbagai proses ilmiah atau proses ilmu pengetahuan. Kemudian, tahapan-tahapan dalam berpikir refleksi ini dipatuhi secara ketat dan menjadi persyaratan dalam menentukan bobot ilmiah dari proses tersebut. Apabila salah satu dari langkah-langkah itu dilupakan atau dengan sengaja diabaikan, maka sebesar itu pula nilai ilmiah telah dilupakan dalam proses berpikir ini.
Induksi
adalah cara mempelajari sesuatu yang bertolak dari hal-hal atau peristiwa
khusus untuk menentukan hukum yang umum (Kamus Umum Bahasa Indonesia, hal 444
W.J.S.Poerwadarminta. Balai Pustaka 2006)
Induksi
merupakan cara berpikir dimana ditarik suatu kesimpulan yang bersifat umum dari
berbagai kasus yang bersifat individual. Penalaran secara induktif dimulai
dengan mengemukakan pernyataan-pernyataan yang mempunyai ruang lingkup yang
khas dan terbatas dalam menyusun argumentasi yang diakhiri dengan pernyataan
yang bersifat umum (filsafat ilmu.hal 48 Jujun.S.Suriasumantri Pustaka Sinar
Harapan. 2005)
Berpikir
induktif adalah metode yang digunakan dalam berpikir dengan bertolak dari
hal-hal khusus ke umum. Hukum yang disimpulkan difenomena yang diselidiki
berlaku bagi fenomena sejenis yang belum diteliti. Generalisasi adalah bentuk
dari metode berpikir induktif.
Jalan
induksi mengambil jalan tengah, yakni di antara jalan yang memeriksa cuma satu
bukti saja dan jalan yang menghitung lebih dari satu, tetapi boleh dihitung
semuanya satu persatu. Induksi mengandaikan, bahwa karena beberapa (tiada
semuanya) di antara bukti yang diperiksanya itu benar, maka sekalian bukti lain
yang sekawan, sekelas dengan dia benar pula.
Buat
contoh penegasan kita kembali pada masyarakat Yunani, masyarakat yang
sebenarnya merintis kesopanan manusia. Lama sudah terpendam dalam otaknya
Archimedes, pemikir Yunani yang hidup 250 tahun sebelum Masehi, persoalan: apa
sebab badan yang masuk barang yang cair itu, jadi enteng kekurangan berat?
Ketika mandi, maka jawab persoalan tadi tiba-tiba tercantum di matanya dan
kegiatan yang memasuki jiwanya menyebabkan dia lupa akan adat istiadat negara
dan bangsanya. Dengan melupakan pakaiannya, ia keluar dari tempat mandinya
dengan bersorak-sorakkan “heureuka” saya dapati, saya dapati, adalah satu
contoh lagi dari kuatnya nafsu ingin tahu dan lazatnya obat haus “ingin” tahu
itu. Archimedes menjalankan experiment yang betul, ialah badannya sendiri, yang
jadi benda yang dicemplungkan ke dalam air buat mandi. Dengan cara berpikir,
yang biasa dipakainya sebagai pemikir besar, ia bisa bangunkan satu undang yang
setiap pemuda yang mau jadi manusia sopan mesti mempelajari dalam sekolah di
seluruh pelosok dunia sekarang.
Menurut
undang Archimedes, maka kalau benda yang padat (solid) terbenam pada barang
cair, maka benda tadi kehilangan berat sama dengan berat zat cair yang
dipindahkan oleh benda itu.Tegasnya kalau berat Archimedes di luar air
umpamanya B gram dan berat air yang dipindahkan oleh badan Achimedes b gram,
maka berat Archimedes dalam air tidak lagi B gram, melainkan (B-b) gr.
Dengan
contoh dirinya sendiri sebagai benda dan air sebagai barang cair, maka simpulan
yang didapatkan Archimedes dalam tempat mandi itu belumlah boleh dikatakan
undang. Semua benda dalam alam, kalau dicemplungkan ke dalam semua zat cair
mestinya kekurangan berat sama dengan berat-zat cair yang dipindahkan oleh benda
itu. Kalau semuanya takluk pada kesimpulan tadi, barulah kesimpulan itu akan
jadi Undang dan barulah Archimedes tak akan dilupakan oleh manusia sopan,
manusia yang betul-betul terlatih sebagai bapak undang itu. (Madilog.
hal 100-101 Tan Malaka, Pusat Data Indikator)
1. GENERALISASI
Generalisasi adalah penalaran induktif dengan cara menarik kesimpulan secara umum berdasarkan sejumlah data. Jumlah data atau peristiwa khusus yang dikemukakan harus cukup dan dapat mewakili.
Contoh :
Generalisasi juga di sebut induksi tidak sempurna ( lengkap ). Guna menghindari generalisasi yang terburu – buru, Aristoteles berpendapat bahwa bentuk induksi semacam ini harus di dasarkan pada pemeriksaan atas seluruh fakta yang berhubungan, tapi semacam ini jarang di capai. Jadi kita harus mencari jalan yang lebih prakis guna membuat generalisasi yang sah.
Tiga cara pengujian untuk menentukan generalisasi:
a). Menambah jumlah kasus yang di uji, juga dapat menambah probabilitas sehatnya generalisasi. Maka harus seksama dan kritis untuk menentukan apakah generalisasi ( mencapai probabilitas ).
b). Hendaknya melihat adakah sample yang di selidiki cukup representatif mewakili kelompok yang di periksa.
c). Apabila ada kekecualian, apakah juga di perhitungkan dan di perhatikan dalam membuat dan melancarkan generalisasi?
2. ANALOGI
Pemikiran ini berangkat dari suatu kejadian khusus ke suatu kejadian khususnya lainnya, dan menyimpulkan bahwa apa yang benar pada yang satu juga akan benar pada yang lain.
Contoh ;
Sartono sembuh dari pusing kepalanya karena minum obat ini.
Pengetahuan secara analogis adalah suau metode yang menjelaskan barang – barang yang tidak biasa dengan istilah – istilah yang di kenal ide – ide baru bisa di kenal atau dapat di terima apabila di hubungkan dengan hal – hal yang sudah kita ketahui atau kita percayai.
Analogi Induktif adalah suatu cara berfikir yang di dasarkan pada persamaan yang nyata dan terbukti. Jika memiliki suatu kesamaan dari yang penting, maka dapat di simpulkan serupa dalam beberapa karakteristik lainnya. Apabila hanya terdapat persamaan kebetulan dan perbandingan untuk sekedar penjelasan, maka kita tidak dapat membuat suatu kesimpulan.
3. HUBUNGAN KAUSALITAS
Berupa sebab sampai kepada kesimpulan yang merupakan akibat atau sebaliknya. Pada umumnya hubungan sebab akibat dapat berlangsungdalam tiga pola, yaitu sebab ke akibat, akibat ke sebab, dan akibat ke akibat. Namun, pola yang umum dipakai adalah sebab ke akibat dan akibat ke sebab. Ada 3 jenis hubungan kausal, yaitu:
(1). Hubungan sebab-akibat.
Yaitu dimulai dengan mengemukakan fakta yang menjadi sebab dan sampai kepada kesimpulan yang menjadi akibat. Pada pola sebab ke akibat sebagai gagasan pokok adalah akibat, sedangkan sebab merupakan gagasan penjelas.
Contoh:
Anak-anak berumur 7 tahun mulai memasuki usia sekolah. Mereka mulai mengembangkan interaksi social dilingkungan tempatnya menimba ilmu. Mereka bergaul dengan teman-teman yang berasal dari latar belakang yang berbeda. Dengan demikian, berbagai karakter anak mulai terlihat karena proses sosialisasi itu.
(2). Hubungan akibat-sebab.
Yaitu dimulai dengan fakta yang menjadi akibat, kemudian dari fakta itu dianalisis untuk mencari sebabnya.
Contoh:
Dalam bergaul anak dapat berprilaku aktif. Sebaliknya, ada pula anak yang masih malu-malu dan selalu dan mengandalkan temannya. Namun, tidak dapat di pungkiri jika ada anak yang selalu mambuat ulah. Hal ini disebabkan oleh interaksi sosial yang dilakukan anak ketika memasuki usia sekolah.
(3). Hubungan sebab-akibat1-akibat2
Yaitu dimulai dari suatu sebab yang dapat menimbulkan serangkaian akibat. Akibat pertama berubah menjadi sebab yang menimbulkan akibat kedua. Demikianlah seterusnya hingga timbul rangkaian beberapa akibat.
Contoh :
Mulai tanggal 2 april 1975 harga berbagai jenis minyak bumi dalam negeri naik. Minyak tanah, premium, solar, diesel, minyak pelumas, dan lain-lainnya dinaikan harganya, karena pemerintah ingin mengurangi subsidinya, dengan harapan supaya ekonomi Indonesia makin wajar. Karena harga bahan baker naik, sudah barang tentu biaya angkutanpun akan naik pula. Jika biaya angkutan naik, harga barang pasti akan ikut naik, karena biaya tambahan untuk transport harus diperhitungkan. Naiknya harga barang akan terasa berat untuk rakyat. Oleh karena itu, kenaikan harga barang dan jasa harus diimbangi dengan usaha menaikan pendapatan rakyat.
4. PERBANDINGAN
INDUKSI DALAM METODE EKSPOSISI
Eksposisi adalah salah satu jenis pengembangan paragraf dalam penulisan yang dimana isinya ditulis dengan tujuan untuk menjelaskan atau memberikan pengertian dengan gaya penulisan yang singkat, akurat, dan padat.
Karangan ini berisi uraian atau penjelasan tentang suatu topik dengan tujuan memberi informasi atau pengetahuan tambahan bagi pembaca. Untuk memperjelas uraian, dapat dilengkapi dengan grafik, gambar atau statistik. Sebagai catatan, tidak jarang eksposisi ditemukan hanya berisi uraian tentang langkah/cara/proses kerja. Eksposisi demikian lazim disebut paparan proses.
Langkah menyusun eksposisi:
• Menentukan topik/tema
• Menetapkan tujuan
• Mengumpulkan data dari berbagai sumber
• Menyusun kerangka karangan sesuai dengan topik yang dipilih
• Mengembangkan kerangka menjadi karangan eksposisi.
SALAH NALAR
Salah nalar adalah kesalahan struktur atau proses formal penalaran dalam menurunkan kesimpulan sehingga kesimpulan tersebut menjadi tidak valid. Jadi berdasarkan pengertian tersebut, salah nalar bisa terjadi apabila pengambilan kesimpulan tidak didasarkan pada kaidah-kaidah penalaran yang valid. Terdapat beberapa bentuk salah nalar yang sering kita jumpai, yaitu: menegaskan konsekuen, menyangkal antiseden, pentaksaan, perampatan-lebih, parsialitas, pembuktian analogis, perancuan urutan kejadian dengan penyebaban, serta pengambilan konklusi pasangan.
Hubungan Kausal
Hubungan sebab akibat / hubungan kausal ialah hubungan keterkaitan atau ketergantungan dari dua realitas, konsep, gagaasan, ide, atau permsalahan. Suatu kegiatan tidak dapat mengalami suatu akibat tanpa disertai sebab, atau sebaliknya suatu kegiatan tidak dapat menunjukkan suatu sebab bila belum mengalami akibat.
Contoh hubungan kausal :
Kuberikan sedikit uang disakuku untuk membeli obat, ia menatap wajahku.. Menitikkan air mata lagi.. Ia menangis karena senang mendapatkan uang untuk membeli obat dan makanan untuk adik dan ibunya dirumah.
Beberapa hari kemudian, aku bertemu dengan anak itu bersama ibunya di pasar. Mereka menghampiriku,, memberiku sedikit makanan kecil sebagai ungkapan terima kasih padaku karena telah membantu anak itu beberapa hari yang lalu.
Pengertian lain :
Hubungan kausal (kausalitas) merupakan perinsip sebab-akibat yang dharuri dan pasti antara segala kejadian, serta bahwa setiap kejadian memperoleh kepastian dan keharusan serta kekhususan-kekhususan eksistensinya dari sesuatu atau berbagai hal lainnya yang mendahuluinya, merupakan hal-hal yang diterima tanpa ragu dan tidak memerlukan sanggahan. Keharusan dan keaslian sistem kausal merupakan bagian dari ilmu-ilmu manusia yang telah dikenal bersama dan tidak diliputi keraguan apapun.
Proposisi dan Jenisnya
Penalaran adalah suatu proses berpikir manusia untuk menghubung-hubungkan data/fakta yang ada sehingga sampai pada suatu simpulan. Fakta/data yang akan dinalar itu boleh benar atau boleh tidak benar. Kalimat pernyataan yang dapat dipergunakan sebagian data itu disebut proposisi.
Yang dimaksud dengan proposisi adalah kalimat atau pernyataan yang selalu mempunyai nilai kebenaran, mungkin pernyataan itu bernilai benar saja, atau salah saja, tetapi tidak kedua-duanya.
o> Berdasarkan kriteria, jenis proposisi adalah :
1. Berdasarkan bentuk : Proposisi tunggal dan majemuk
2. Berdasarkan sifatnya : Proposisi kategorial dan kondisional
3. Berdasarkan kualitas : Proposisi positif (afirmatif) dan negatif
4. Berdasarkan bentuk : Proposisi umum (universal) dan khusus (partikular)
o> Berdasarkan jenis dibedakan dengan lingkaran yang disebut Lingkaran Euler, yaitu :
a. Suatu perangkat yang tercangkup dalam subjek=perangkat yang tercangkup dalam predikat. Semua S adalah P. Contoh: Semua sehat adalah semua tidak sakit
b. – Suatu perangkat yang tercantum dalam Subjek menjadi bagian dari predikat. Semua S adalah P. Contoh : Semua sepeda beroda
– Suatu perangkat yang tercantum dalam predikat menjadi bagian dari Subjek. Semua S adalah P. Contoh : Sebagian binatang adalah kera
c. Suatu perangkat yang tercangkup dalam subjek berada diluar perangkat predikat. Dengan kata lain, antara Subjek dan Predikat tidak terdapat relasi. Tidak satu pun S adalah P. Contoh: Tidak seorang pun manusia adalah binatang
d. Sebagian perangkat yang tercangkup dalam subjek berada diluar perangkat predikat. Sebagian S tidaklah P. Contoh: Sebagian kaca tidaklah bening.
Nama : Dewi Setiawati
NPM : 21212963
Kelas :3eb12
SUMBER :
http://ikarizkisafitri.blogspot.com/2013/03/penalaran-penalaran-deduktif-dan_2698.html
http://irabieber.wordpress.com/2011/10/26/penalaran-deduktif-dan-induktif/
0 komentar:
Posting Komentar